Senin, 08 Mei 2017

Pesawat N219

Pesawat N219 Buatan Bandung Harus Uji Terbang 300 Jam


Pesawat N219 Buatan Bandung Harus Uji Terbang 300 Jam  
Foto: Dok. PTDI

Setelah berhasil melalui uji terbang selama 300 jam, nantinya pesawat N219 bisa mendapatkan sertifikat dari Kementerian Perhubungan agar bisa diproduksi massal.

"Nanti uji terbangnya harus bisa menempuh sampai sekitar total akumulasi 300 jam, supaya bisa meyakinkan pihak otoritas Kementerian Perhubungan pesawat bisa terbang," ujar Direktur Produksi PTDI, Arie Wibowo, saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Senin (8/5/2017).

Sedikitnya ada dua prototipe pesawat N219 yang disiapkan PTDI untuk melakukan uji terbang. Pesawat pertama memasuki tahap ground test, sedangkan lainnya sedang tahap konstruksi.


Setelah selesai melewati ground test, prototipe pertama N219 dilakukan uji terbang perdana Mei ini, sedangkan prototipe N219 kedua ditargetkan uji terbang perdana tahun ini.

"Kedua mudah-mudahan tahun ini juga bisa kita terbangkan," ujar Arie.

Arie menambahkan, seluruh pengujian pesawat N219 bisa selesai paling lambat akhir tahun ini. Sehingga PTDI mendapatkan sertifikat dari Kementerian Perhubungan untuk memproduksi pesawat N219 secara massal.

"Kita target akhir tahun ini, tapi belum tahu bisa tercapai atau tidak. Mungkin di awal 2018, belum tahu, kami ingin step by step dulu," tutur Arie
sumber : https://finance.detik.com/industri/d-3495990/pesawat-n219-buatan-bandung-harus-uji-terbang-300-jam

Jumat, 05 Mei 2017

Teknologi U- Shape ( U-Gelandar)

Teknologi u-shape yang diadaptasi dari Perancis memberikan keuntungan yang sangat signifikan, termasuk salah satunya pada kecepatan pembangunan yang mampu dikebut kurang dari empat tahun.

"Dengan teknologi u-shape LRT yang kita pakai, dari segi waktu ini masih akan yg tercepat di dunia nantinya. Kalau ini selesai di awal 2019," ungkap Imanuddin.

Teknologi u-shape girder yang digunakan Adhi Karya, sebelumnya diusulkan pihak konsultan asal Perancis Systra. Teknologi tersebut diakui Imanuddin merupakan yang pertama kali diterapkan di Indonesia.

Imanuddin menjelaskan, teknologi u-shape girder dianggap lebih cocok diterapkan di Indonesia mengingat keterbatasan lokasi pada lintasan LRT. Pasalnya teknologi tersebut mampu menyesuaikan lebar beton penopang lintasan lebih kecil dari seharusnya.

Dimana beton penopang yang seharusnya memiliki ketebalan 1,7 m, dengan teknologi asal Perancis tersebut bisa disederhanakan menjadi hanya sekitar 24 cm.

Kalau menggunakan balok u-shape ini yang hanya tebal lantai hanya 24 cm, kalo gunakan balok lebih besar dari 1 m. Bahkan kemungkinan 1,7 meter itu bedanya jauh sekali dari segi volume dan sebagainya

Pabrik Beton khusus LRT milik Adhi Karya di Sentul.









DiPoskan : Abdul Halim @halim78